BAB
I
PENDAHULUAN
Bisnis tidak sepenuhnya merupakan
sebuah profesi yang kotor sebagaimana yang mungkin dianggap. Justru sebaliknya,
bisnis dapat menjadi sebuah profesi yang etis (etika) dan baik secara moral.
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis asalkan ditunjang oleh
ü sistem politik ekonomi yang kondusif,
ü aturan yang jelas dan fair (adil),
ü kepastian keberlakuan aturan tersebut,
ü aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis,
ü sistem pemerintahan yg fair (adil) dan efektif.
Berarti, yang dibutuhkan
untuk menegakkan bisnis sebagai sebuah profesi yang etis adalah prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang
baik tetapi juga sebuah kerangka legal-politis yang kondusif untuk bisnis yang
baik dan beretika.
Perangkat legal-politis ini terdiri
dari aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara adil dan
baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang efektif dalam menegakkan
aturan bisnis yang adil tadi. Tanpa itu, bisnis hanya akan menjadi sebuah
profesi kotor, penuh intrik, penuh tipu daya, penuh jual beli kekuasaan ekonomi
dan politik demi kepentingan segelintir orang dengan mengorbankan kepentingan,
bahkan hak masyarakat luas.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Etika Terapan
Secara umum Etika dibagi menjadi:
2.1.1. Etika Umum
Berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi
manusia untuk bertindak secara etis, bagaiman manusia mengambil keputusan etis,
teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya. Etika Umum punya
lingkup yang luas karena menyoroti seluruh kehidupan manusia sejauh sebagai
manusia.
2.1.2. Etika Khusus
Penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Etika Khusus dalam kaitan ini dianggap sebagai Etika
Terapan, karena aturan normatif yang bersifat umum diterapkan secara khusus
sesuai dengan kekhususan dan kekhasan bidang kehidupan dan kegiatan khusus
tertentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Khusus merupakan kontekstualisasi aturan
moral umum dalam bidang dan situasi konkret. Etika Khusus dibagi menjadi tiga
bagian:
Ø Etika Individual,
lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
Ø Etika Sosial, berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan
pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dlm interaksinya dengan sesamanya.
Ø Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara
manusia baik sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam
totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang
lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup
secara keseluruhan, dapat berupa; Cabang dari etika sosial, menyangkut hubungan antara manusia dengan
manusia yang berdampak pada lingkungan. Berdiri
sendiri sebagai etika khusus, menyangkut hubungan antara manusia dengan
lingkungannya.
2.2. Etika Profesi
2.2.1. Pengertian
Profesi
Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah
hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan
melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.
Orang
Profesional
adalah orang yang melakukan suatu
pekerjaan dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan
keterampilan yang tinggi serta punya komitmen pribadi yang mendalam atas
pekerjaannya itu. Orang yang profesional adalah orang yang melakukan suatu
pekerjaan karena ahli di bidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga,
dan perhatiannya untuk pekerjan tersebut. Ada tiga hal yang membedakan
pekerjaan seorang profesional sebagai sebuah profesi dan pekerjaan sebagai
sebuah hobi. Pertama, pekerjaan sebagai hobi dijalankan terutama demi
kepuasan dan kepentingan pribadi. Kedua, pekerjaan sebagai hobi tidak
punya dampak dan kaitan langsung yang serius dengan kehidupan dan kepentingan
orang lain. Ketiga, pekerjaan sebagai hobi bukan merupakan sumber utama
dari nafkah hidupnya.
2.2.2.
Ciri-Ciri Profesi
2.2.2.1. Adanya keahlian dan ketrampilan khusus
Memungkinkan orang yang profesional itu mengenali dengan
cukup cepat dan tepat persoalan yang dihadapi serta solusi yang tepat untuk
itu. Dengan kata lain, pengetahuan dan keterampilan ini, memungkinkan orang
profesional itu menjalankan tugasnya dengan tingkat keberhasilan dan mutu yang
baik.
2.2.2.2. Adanya
komitmen moral yg tinggi
Komitmen moral ini biasanya dituangkan, khususnya untuk
profesi yang luhur dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap
orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan main dalam menjalankan
atau mengemban profesi tersebut biasanya disebut Kode Etik, misalnya kode etik kedokteran, kode etik
pengacara, kode etik wartawan, dan sebagainya.
Kode Etik merupakan suatu tuntutan yang sangat keras sebagai
syarat minimal yang harus dipenuhi bagi orang yang mempunyai profesi tersebut.
Ada 2 sasaran pokok dari kode etik, yaitu:
v kode
etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian
entah secara sengaja atau tidak sengaja dari kaum professional.
v kode
etik bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku
bobrok orang-orang tertentu yang mengaku diri profesional.
2.2.2.3. Biasanya
orang yg profesional adalah orang yg hidup dari profesinya
Pertama, ini
berarti ia hidup sepenuhnya dari profesi ini. Biasanya ia dibayar dengan gaji
yang sangat tinggi sebagai konsekuensi dari pengerahan seluruh tenaga, pikiran,
keahlian, keterampilan. Singkatnya, seluruh hidupnya demi profesinya ini.
Kedua, ini berarti profesinya telah membentuk identitas orang tersebut. Ia
tidak bisa lagi dipisahkan dari profesinya itu, yang berarti ia menjadi dirinya
berkat dan melalui profesinya. Maka, ia tampil dan dikenal dalam masyarakat
melalui dan karena profesinya. Profesi lalu menjadi sebuah bentuk sosialisasi
peran dalam masyarakat.
2.2.2.4. Pengabdian
kepada masyarakat
Adanya komitmen moral yang tertuang dalam kode etik profesi
ataupun sumpah jabatan menyiratkan bahwa orang-orang yang mengemban profesi
tertentu, khususnya profesi luhur, lebih mendahulukan dan mengutamakan
kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadinya.
Kepentingan pribadi secara moral baik, atas dasar tuntutan
profesinya mereka lebih mengutamakan pengabdian pada klien, pasien, atau
masyarakat yang meminta bantuan dan pelayanan mereka. Mereka yang memiliki
keahlian dan keterampilan khusus di bidang tersebut dimaksudkan untuk melayani
kepentingan masyarakat yang membutuhkannya (tanpa berarti pelayanan itu selalu
diberikan secara cuma-cuma). Ini kemudian berkembang menjadi sikap hidup profesional,
yaitu bahwa orang yang profesional akan melayani, mengabdi, dan membantu
masyarakat dengan keahlian dan keterampilannya sampai tuntas, hasil yang
memuaskan, dan baik bagi orang yang dilayani maupun bagi orang profesional itu
sendiri.
2.2.2.5. Pada profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk
menjalankan profesi tersebut
Profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan profesi
tersebut. Keberadaan izin khusus, karena menyangkut kepentingan orang banyak,
dan terkait dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan,
kelangsungan hidup, kesehatan, dan sebagainya. Izin khusus ini bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari pelaksanaan profesi yang tidak benar atau
tidak becus. Contoh: Seorang dokter
yang salah melakukan perawatan dapat mengakibatkan pasiennya cacat seumur hidup
bahkan bisa sampai meninggal. Pengacara yang salah dalam membela sebuah
perkara, hanya demi mendapatkan uang dan nama, dapat mengakibatkan orang yang
bersalah dibebaskan dan sebaliknya. Wujud dari izin, bisa berbentuk
surat izin, sumpah, kaul, atau pengukuhan resmi di depan umum. Yang berhak
memberi izin adalah negara sebagai penjamin tertinggi kepentingan masyarakat.
2.2.2.6. Kaum
profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi
Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu
organisasi profesi, contoh: IDI untuk dokter, IAI untuk akuntansi,
Ikadin untuk advokat, dan sebagainya. Tujuan organisasi profesi ini
terutama adalah untuk menjaga dan melindungi keluhuran profesi tersebut. Tugas
pokoknya adalah menjaga agar standar keahlian dan ketrampilan tidak dilanggar,
kode etik tidak dilanggar, dan berarti menjaga agar kepentingan masyarakat
tidak dirugikan oleh pelaksanaan profesi tersebut oleh anggota manapun. Ini
menunjukkan bahwa organisasi itu juga berfungsi untuk menjaga agar tujuan
profesi tersebut yang terkait dengan hakikatnya bisa terwujud melalui pekerjaan
setiap anggotanya.
2.2.3. Prinsip-Prinsip Profesi
2.2.3.1.
Prinsip tanggung jawab
Tanggung jawab adalah salah satu prinsip
pokok bagi kaum profesional. Orang yang profesional berarti orang yang
bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya
dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan
melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik
mungkin dengan standar di atas rata-rata, hasil yang maksimum, dan mutu yang
terbaik. Kedua, ia juga bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap
kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang
dilayaninya.
2.2.3.2.
Prinsip keadilan
Prinsip ini terutama menuntut orang yang
profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan
kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka
profesinya. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang
profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapa pun, termasuk
orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya.
2.2.3.3.
Prinsip otonomi
Merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan
profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam
menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari hakikat
profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam
bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut. Ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah.
Bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan karena
itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut.
Prinsip otonomi
ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung
jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi
tersebut serta dampaknya pada kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya
berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab profesional. Kedua, otonomi
dibatasi dalam pengertian bahwa pemerintah menghargai otonomi kaum profesional,
pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya barulah ikut campur tangan agar
pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi,
otonomi itu hanya berlaku sejauh pelaksanaan profesi tidak sampai merugikan
bersama.
2.2.3.4.
Prinsip integritas moral
Orang yang profesional adalah juga orang yang
punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena ia punya komitmen
pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan
orang lain atau masyarakat. Sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum
profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia
tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya.
2.3. Menuju Bisnis Sebagai Profesi Luhur
Sesungguhnya bisnis bukanlah
merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai pekerjaan kotor, kedati kata
profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu diobral dalam kaitan
dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada
banyak orang bisnis dan juga perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan
kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka tidak hanya mempunyai
keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen moral yang mendalam.
Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah profesi
dalam pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah profesi luhur.
2.3.1.
Pandangan
Praktis-Realistis
Pandangan ini
bertumpu pada kenyataan yang diamati berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini.
Pandangan ini didasarkan pada apa yang umumnya dilakukan oleh orang-orang
bisnis, melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut
memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan.
Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yang terjun ke dalam bisnis tidak punya
keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan.
Umumnya pandangan ini dianggap
sebagai pandangan ekonomi klasik (Adam Smith) dan ekonomi non-klasik (Milton
Friedman). Adam Smith berpendapat bahwa pemilik
modal harus mendapat keuntungan untuk bisa merangsangnya menanamkan modalnya
dalam kegiatan produktif. Asumsi Adam Smith: Pertama, dalam masyarakat
modern telah terjadi pembagian kerja di mana setiap orang tidak bisa lagi
mengerjakan segala sesuatu sekaligus dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya
sendiri. Kedua, semua orang tanpa yang terkecuali mempunyai kecenderungan dasar
untuk membuat kondisi hidupnya menjadi jauh lebih baik.
Tidak mengherankan bahwa Milton
Friedman mengatakan omong kosong kalau
bisnis tidak mencari keuntungan. Asumsi Milton Friedman: Mencari
keuntungan bukan hal yang jelek, karena semua orang memasuki bisnis selalu dengan
punya satu motivasi dasar, mencari keuntungan. Tanpa
keuntungan bisnis tidak bisa jalan.
2.3.2.
Pandangan
Ideal
Pandangan ini baru dianut oleh segelintir
orang yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai tertentu yang
dianutnya. Bisnis tidak lain adalah suatu kegiatan di antara manusia yang
menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Pandangan ini tidak menolak bahwa keuntungan adalah
tujuan utama bisnis. Namun keuntungan hanya dilihat sebagai konsekuensi logis
dari kegiatan bisnis bahwa dengan memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik,
keuntungan akan datang dengan sendirinya.
Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal
balik yang secara fair di antara pihak-pihak yang terlibat. Sesungguhnya
pandangan ini pun bersumber dari ekonomi klasiknya Adam Smith, “pertukaran dagang terjadi karena satu orang
memproduksi lebih banyak barang tertentu sementara ia sendiri membutuhkan
barang lain yang tidak bisa dibuatnya sendiri”. Dengan kata lain, tujuan
utama bisnis sesungguhnya bukan untuk mencari keuntungan melainkan memenuhi
kebutuhan hidup orang lain, dan melalui itu ia bisa memperoleh apa yang ia butuhkan. Konosuke Matsushita, pendiri perusahaan Matsushita Inc., Jepang
adalah contohnya. Menurutnya, tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari
keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Bisnis yang baik
selalu mempunyai misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
permasalahan Bisnis Sebuah Profesi Etika dapat disimpulkan bahwa:
1.
Etika
terapan merupakan kepedulian terhadap etika
yang lebih mendalam dalam menjalankan kehidupan yang lebih
baik.
2.
Orang yang
profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli di bidang
tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjan
tersebut.
3.
Ciri-ciri
profesi adalah; adanya keahlian dan ketrampilan khusus, komitmen moral yang
tinggi, biasanya orang yang profesional adalah orang yang hidup dari
profesinya, pengabdian masyarakat, dan kaum profesional biasanya menjadi
anggota dari suatu organisasi.
4.
Citra
jelek dunia bisnis sedikit banyaknya disebabkan oleh pandangan pertama
(pandangan praktis-realistis) yang melihat bisnis sekedar sebagai mencari
keuntungan.
5.
Akibatnya
muncul sikap dan perilaku yang menjurus pada menghalalkan segala cara, termasuk
cara yang tidak dibenarkan siapa pun bahkan pelaku bisnis itu sendiri ketika ia
berada pada posisi yang dirugikan, hanya demi memperoleh keuntungan.
6.
Salah satu
upaya untuk membangun bisnis sebagai profesi luhur adalah dengan membentuk,
mendukung, dan memperkuat oraganisasi profesi. Melalui ini, bisnis bisa
dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian yang sebenar-benarnya
sebagaimana yang dibahas, kalau bukan menjadi profesi luhur (baik).
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis,
Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius.
HEY...........
ReplyDeleteHEY...........
HEY...........
HEY TAYO
HEY TAYO, DIA BIS KECIL BANGSAT