Wednesday, February 25, 2015
HUKUM KEUANGAN NEGARA
Tuesday, February 24, 2015
Thursday, February 19, 2015
BANK SYARIAH
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan "Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia". Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
"Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia" memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah "bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking".
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dokumentasi tentang Perbankan Syariah:
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.
Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat
Berikut usaha yang dapat dilaksanakan oleh BPR:
- Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- Memberikan kredit.
- Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
- Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
BANK UMUM
Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan Usaha Bank Umum
Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh Bank Umum:
- Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- Memberikan kredit.
- Menerbitkan surat pengakuan utang.
- Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
- Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
- Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
- Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
- Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
- Obligasi.
- Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun.
- Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun
- Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
- Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
- Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
- Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga.
- Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
- Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
- Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
- Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
- Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
- Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu Bank Umum dapat pula:
- Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
- Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
- Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan
- Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
CASH DAN REKONSILIASI BANK
Pengertian Kas :
- Kas merupakan suatu aktiva lancar yang meliputi uang logam, uang kertas, dan pos-pos lain yang dapat digunakan sebagai alat tukar dan mempunyai dasar pengukuran akuntansi.
- Kas merupakan harta yang paling lancar (aktiva yang paling liquid) bagi perusahaan. Disamping paling liquid, kas juga merupakan harta yang paling riskan sehingga pengamanan terhadap kas perlu dilakukan seketat mungkin, untuk menghindari kebocoran yang akan merugikan perusahaan.
Untuk kepentingan perlakukan akuntansi kas dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Kas kecil (petty cash / cash on hand)
2. Kas di bank (cash in bank)
Kas kecil
Adalah uang kas yang ada dalam berangkas perusahaan yang digunakan untuk membayar
dalam jumlah yang relatif kecil misalnya pembelian perangko, biaya perjalanan, membayar
biaya telegram, membayar biaya taxi dan membayar yang berjumlah kecil.
Kas di bank
Adalah uang kas yang dimiliki perusahaan yang disimpan di bank dalam bentuk giro/bilyet dan kas ini dipakai untuk pembayaran yang jumlahnya besar dengan menggunakan check. Oleh karena itu perusahaan perlu mempunyai sejumlah kas tertentu yang disediakan untuk keperluan pembayaran-pembayaran yang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan check yang disebut kas kecil.
Prosedur untuk mengisi kembali kas kecil dengan metode imperest fund system adalah sebagai berikut :
- Kas kecil dihitung oleh seorang petugas dari bagian akuntansi. Jumlah perintah pengeluaran kas kecil ditambah dengan sisa uang yang ada harus sama dengan jumlah pada saat pembentukan.
- Semua perintah pengeluaran kas kecil diperiksa untuk memastikan bahwa pengeluaran-pengeluaran itu telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang dan bahwa pengeluaran-pengeluaran itu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Perintah-perintah pengeluaran kas kecil diberi tanda tertentu agar bukti tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk pengeluaran kas kecil di kemudian hari.
- Perintah-perintah pengeluaran kas kecil dikelompokkan berdasarkan rekening-rekening biaya yang ada dalam buku besar.
Adapun manajemen kas dari kedua di atas menggunakan sistem pencatatan dan metode penilaian yang berbeda. Untuk kas yang ada di bank digunakan prosedur rekonsiliasi bank yang dilakukan secara periodik antara pihak perusahaan dengan pihak bank. Sedangkan untuk kas kecil ada dua metode dalam pencatatan, yaitu :
1. Imperest fund system (sistem dana tetap)
Dengan sistem ini dana kas kecil diupayakan memiliki dana yang tetap, kecuali perusahaan menghendaki perubahan jumlah kas kecil misalnya perusahaan merasakan kas kecil tidak mencukupi kebutuhan yang diperlukan sehari-hari, maka perlu ada penambahan jumlah kas kecil atau perusahaan menganggap terlalu besar, maka perlu ditambah. Kondisi seperti ini maka perusahaan perlu membuat suatu kebijakan baru yang berkaitan dengan jumlah kas kecil yang ad di perusahaan yaitu dengan cara melakukan penyesuaian untuk menambah atau mengurangi jumlah kas kecil.
2. Fluctuation fund system (sistem dana berubah)
Metode ini jumlah kas kecil tidak harus tetap tetapi boleh berubah sesuai dengan kebutuhan perusahaan, misalnya pada waktu membuat suatu kebijakan pertama kali perusahaan menetapkan jumlah kecil sebesar Rp. 1.000.000, kemudian digunakan sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang jumlahnya kecil dan kemudian diisi kembali. Kalau dalam sistem dana tetap jumlah pengisiannya harus sebesar kas kecil yang digunakan sehingga saldo akhirnya kan sama dengan jumlah pada waktu pertama kali kas kecil dibuat, sedangkan dalam sistem dana berubah jumlah pengisiannya tidak harus sama dengan jumlah yang telah digunakan misalnya Rp. 1.000.000 lagi, tetapi boleh lebih atau kurang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Perbedaan cara pencatatan fluctuation fund system dan imperest fund system :
Keterangan
Sistem imperest
Sistem fluktuasi
1. Pada saat kas kecil
Sistem
imperest
pada
saat Sedangkan
pada
sistem
dibelanjakan.
dibelanjakan tidak perlu dijurnal fluktuasi
harus
dicatat
(No,
Entry)
artinya
cukup semua jenis pengeluaran
membuat catatan kecil yang yang berasal dari kas kecil.
tujuannya untuk
menghitung
jumlah kas kecil yang masih
tersedia. Akan tetapi membuat
bukti
pembayaran
dan
menyimpannya sebagai bukti.
Sehingga apabila pada suatu saat
dana kas kecil diperiksa (petty
cash opname) pemegang dana
kas kecil harus dapat mempertanggungjawabkan mengenai sisa yang ada ditambah jumlah bukti pembayaran yang telah dilakukan jumlahnya harus sama dengan dana tetap kas kecil.
2. Pada saat kas kecil
Sistem imperest mengklasifi-
Sedangkan sistem fluktuasi,
akan diisi kembali
kasikan rekening yang sejenis tidak perlu mencapai batas
sesuai dengan rekening buku minimum dan jumlahnya
besar. Dan pengisian kas kecil tidak perlu tetap. Artinya
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
6
ini
harus
sesuai
dengan perusahaan boleh mengisi
kebijakan
perusahaan,
yaitu kapan dan jumlah sesuai
batas minimum yang harus diisi, dengan kebutuhan kas kecil.
sehingga
jumlah
kas
kecil
setelah diisi harus sama dengan
kas kecil pada saat dibentuk.
Cara Penjurnalan :
Keterangan
Imprest fund system
Fluctuation fund system
1. Saat pengisian atau
Petty Cash
Petty Cash
pembentukan
Cash
Cash
2. Pemakaian kas kecil
No, entry
Expense
Kas kecil
3. Pengurangan kas kecil
Cash
Cash
Petty Cash
Petty Cash
4. Penambahan kas kecil
Petty Cash
Petty Cash
Cash
Cash
5. Pengisian kembali kas
Expense*)
Petty Cash
kecil
Cash
Cash
*) Rekening yang sama dijumlahkan
Pada sistem imprest fund sistem, apabila pada saat penyusunan laporan keuangan sebagian
dana kas kecil sudah dipakai akan tetapi jumlah yang dipakai tersebut belum boleh diisi kembali, karena pengisian kas kecil menggunakan ketentuan batas minimum, maka perlu
dilakukan penyesuaian. Misalnya pada tanggal 1 Desember 2003 jumlah kas kecil sebesar
Rp. 1.000.000, pada tanggal 5 Desember 2003 digunakan untuk membayar parkir dan
membeli suplies masing-masing sebesar Rp. 400.000 dan Rp. 200.000. Sedangkan
pengisian kembali bila kas kecil berjumlah Rp. 300.000, maka perlu membuat jurnal
penyesuaian yang tujuannya untuk memberikan informasi, berapa jumlah kas kecil yang
masih tersisa atau berapa yang telah terpakainya.
Petty Cash
Administration Expense
1/12 Rp. 1.000.000
31/12 Rp. 600.000
31/12 Rp. 400.000
Saldo Rp. 400.000
Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000
Supplies
31/12 Rp. 200.000
Jurnal penyesuaian :
Administration expense
Rp. 400.000
Supplies
Rp. 200.000
Petty Cash
Rp. 600.000
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
7
Jadi jumlah kas kecil yang harus dilaporkan atau dicatat dalam Neraca bukan sebesar Rp.
1.000.000, tetapi sebesar Rp. 400.000 karena telah terpakai untuk biaya administrasi dan supplies sebesar Rp. 600.000.
Jurnal penyesuaian di atas pada awal periode berikutnya harus dibuat jurnal pembalik
(Reversing entries), yaitu dengan cara membalikkan yang asalnya Debet dibalikkan
menjadi Kredit dan sebaliknya yang Kredit menjadi Debet supaya jumlahnya menjadi nol.
Jurnal Pembalik :
Petty Cash
Rp. 600.000
Administration expense
Rp. 400.000
Supplies
Rp. 200.000
Contoh 1 :
Berdasarkan kebijakan akuntansi PT. Tersanjung mulai bulan Januari 2001 bermaksud
untuk mengadakan kas kecil. Pembentukan kas kecil untuk pertama kali pada tanggal 1
Januari 2001 dengan jumlah Rp. 1.000.000,- kas kecil dipergunakan untuk pembayaran
sampai dengan Rp. 250.000,- Berikut ini transaksi yang terjadi selama bulan Januari 2001 :
Jan. 4. Dibayar biaya telepon (utility) Rp. 225.000,-
Jan. 7 Diberikan pinjaman kepada karyawan Rp. 180.000,-
Jan. 9 Dibeli perlengkapan secara tunai seharga Rp. 120.000,-
Jan 15 Dibayar biaya listrik (utility) sebesar Rp. 245.000,-
Jan 20 Dibayar sumbangan kepada RW setempat (Administrasi dan Umum) sebesar Rp.
100.000,-
Jan 25 Kas kecil diisi kembali sejumlah Rp. 500.000,-
Jan 27 Dibayar biaya tagihan air atau PDAM (utility) sebesar Rp. 110.000,-
Jan 29 Dibeli perlengkapan kantor secara tunai seharga Rp. 80.000,-
Diminta :
Berdasarkan transaksi di atas, buat jurnal dengan menggunakan metode :
a. Imprest fund system
b. Fluctuation fund system
Catatan : Untuk Imperest fund system pengisian tanggal 25 Januari tidak ada dan
pengisian kembali apabila saldo kas kecil dibawah Rp. 300.000,-
Contoh 2 :
PT. X membentuk dana kas kecil dengan metode imprest fund sistem, untuk keperluan
pembayaran sehari-hari yang jumlahnya relatif kecil. Pembayaran dengan kas kecil dibatasi
sampai jumlah Rp. 400.000, sedangkan pengisian kembali dana kas kecil dilakukan jika
saldo kas kecil di bawah jumlah Rp. 500.000. Transaksi selama bulan Juni dan Juli adalah
sebagai berikut :
Juni 6
Pembentukan dana tetap kas kecil sebesar Rp. 2.000.000
17 Dibayar biaya rapat (administration expense) Rp. 380.000
18 Dibayar biaya sewa penyimpanan barang sementara Rp. 350.000
20 Dibeli perlengkapan toko Rp. 200.000
24 Dibayar penggantian biaya parkir dan tol (administration expense) Rp. 65.000
25 Dibayar biaya perjalanan dinas karyawan Rp. 350.000
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
8
26 Dibayar langganan surat kabar dan majalah (administration expense) Rp. 180.000
30 Dibayar biaya telepon, listrik dan air (Utilities expense) Rp. 350.000
Juli 1
Dibayar biaya rapat Rp. 320.000
3 Diberikan pinjaman kepada karyawan (employee receivable) Rp. 400.000
6
Dana kas kecil disesuaikan menjadi Rp. 2.500.000.
Ditanyakan :
1. Jurnal transaksi di atas
2. Jurnal penyesuaian tanggal 30 Juni
3. Jurnal tanggal 6 Juli
4. Berapa jumlah kas kecil yang harus dilaporkan pada tanggal 30 Juni
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
9
Rekonsiliasi bank
Rekonsiliasi bank yaitu membuat suatu analisa hal-hal yang menimbulkan
perbedaan antara catatan perusahaan mengenai simpanannya di bank dengan catatan yang
disajikan oleh petugas bank.
Perusahaan secara periodik (misalnya setiap akhir bulan) akan menerima catatan-
catatan secara terperinci dari banknya yang disebut rekening koran. Dari laporan yang
diterima akan diketahui berapa saldo simpanan perusahaan tersebut di bank yang
bersangkutan dan selanjutnya sekaligus dapat dicocokkan dengan catatan-catatan yang
dibuat oleh perusahaan sendiri.
Sering terjadi antara saldo simpanan menurut laporan bank dengan catatan
perusahaan terdapat perbedaan. Perbedaan ini akan dianalisa dan selanjutnya akan disusun
suatu laporan yang dinamakan Bank Rekonsiliasi.
Hal-hal yang biasanya menyebabkan perbedaan antara nilai sisa di bank dengan
nilai sisa buku adalah :
1. Hal-hal yang sudah dicatat oleh perusahaan tetapi belum dicatat oleh bank :
a. Setoran dalam perjalanan (deposit in transit). Perusahaan telah mencatat setoran ini tetapi bank belum mencatat, karena setoran tersebut belum sampai ke bank atau
belum sempat dicatat misalnya baru dicatat tanggal berikutnya. Supaya sama
catatan yang ada di bank dan di perusahaan, maka bank harus mencatat sebagai
penambahan setoran sebesar jumlah yang telah dicatat oleh perusahaan.
b. Cek dalam peredaran (outstanding check). Cek ini sudah dikeluarkan oleh perusahaan dan dicatat dalam buku perusahaan tetapi belum disampaikan oleh
pemegang cek atau belum dibayarkan oleh bank, sehingga catatan yang ada di bank
dan di perusahaan tidak sama. Supaya sama maka bank harus mencatatnya sebagai
pengeluaran/ mengurangi jumlah saldo yang dimiliki oleh perusahaan.
2. Hal-hal yang telah dicatat oleh bank tetapi belum dicatat oleh perusahaan :
a. Inkaso. Bank kadang-kadang menerima uang untuk kepentingan nasabah. Banyak
perusahaan yang mempunyai pelanggan yang langsung membayar ke rekening
perusahaan di bank. Misalnya penagihan uang kas oleh bank atas wesel tagihan dan
pendapatan bunganya untuk nasabah. Bank akan memberitahukan kepada nasabah
mengenai penagihan yang dilakukannya ini di dalam rekening koran. Hal ini
menyebabkan perbedaan catatan yang ada di perusahaan dengan bank, karena bank
telah mencatat atau menambahkan hasil tagihan dan bunganya sedangkan
perusahaan belum mengetahui dan belum mencatat, baru mengetahui setelah
memperoleh laporan rekening koran. Supaya sama catatan yang ada di perusahaan
dan di bank, maka perusahaan harus menambah jumlah yang telah dicatat oleh
bank.
b. Pendapatan bunga atas rekening checking. Banyak bank membayar bunga
kepada nasabah yang memiliki nilai sisa yang cukup banyak di dalam rekeningnya.
Bank akan memberitahukan kepada nasabah mengenai bunga ini di dalam rekening
koran. Karena perusahaan belum mencatat, maka perusahaan perlu menambahkan
sejumlah bunga yang telah dicatat oleh bank.
c. Biaya bank. Biaya ini dibebankan kepada perusahaan karena bank telah
memberikan jasa pada perusahaan misalnya bank melakukan penagihan kepada
nasabah. Biaya penagihan telah dicatat oleh bank, tetapi perusahaan belum
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
10
mengetahui dan baru mengetahui setelah ada laporan rekening koran dari bank,
sehingga terjadi perbedaan antara catatan yang ada di bank dan di perusahaan.
Supaya sama maka perusahaan harus mencatat sejumlah bunga yang dibebankan
oleh bank yaitu dengan mengurangi saldo yang ada di perusahaan.
d. Cek kosong ( non suffecience fund). Perusahaan telah menerima check dari langganan dan telah mencatat sebagai hasil penagihan piutang misalnya kemudian
cek tersebut dikirimkan ke bank untuk mencairkan atau menambah simpanan,
setelah diteliti ternyata check tersebut kosong dan ditolak oleh bank (bank tidak
melakukan pencatatan). Mengenai penolakan ini belum sempat dilaporkan ke
perusahaan, setelah perusahaan mengetahui bahwa cek tersebut kosong, perusahaan
harus mengembalikan cek tersebut. Maka yang tadi telah dicatat oleh perusahaan
sebagai penambahan saldo dikurangi lagi supaya nilainya menjadi nol dan
perusahaan masih memiliki piutang kepada langganannya.
e. Kesalahan yang dilakukan baik oleh bank maupun perusahaan. Kesalahan ini
dapat berupa kesalahan dalam angka ataupun kesalahan dalam rekening dan untuk
menyamakan harus dilakukan jurnal koreksi baik koreksi nama rekening maupun
koreksi jumlah angka. Dan untuk angka mungkin akan menambah saldo atau
mungkin akan mengurangi saldo baik yang ada di perusahaan maupun yang ada di
bank.
Untuk lebih memudahkan dalam mengerjakan Rekonsiliasi bank, maka akan disajikan cara
yang secara umum dapat dipergunakan :
Nama Perusahaan
Bank Rekonsiliasi
30 Juni 2001
Saldo catatan perusahaan
xx
Saldo catatan bank
xx
• Jasa giro dari bank
(+)
• Deposit in transit
(+)
• Inkaso/Penerimaan
(+)
• Outstanding check
(- )
• Penerimaan piutang
(+)
• Koreksi
(+/-)
• Not Suffecience fund
(- )
xx
• Biaya administrasi
(- )
xxx
• Transfer/Pengeluaran
(- )
• Koreksi
(+/-)
xx
xxx
Agar memperoleh gambaran yang jelas, di bawah ini diberikan beberapa contoh :
Soal 1 :
Perusahaan PT. Dirgantara Indonesia mencatat Transaksi sebagai berikut :
1. Saldo kas menurut catatan Perusahaan per 31 Maret 2000 Rp 12.269.000
2. Saldo kas menurut laporan Bank sebesar Rp 41. 090.000
3. Perusahaan telah mengeluarkan Cek : No. 146 Rp 2.000.000, No. 147 Rp 3.240.000, No.
148 Rp 6.148.000 dan No. 149 Rp 3.240.000. Ternyata cek No. 148 belum dicairkan
oleh pemegangnya.
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
11
4. Bank telah menagihkan piutang dagang Rp 30.150.000 dan Perusahaan dibebani biaya
penagihan Rp 20.000 transaksi ini belum dilaporkan ke Perusahaan.
5. Perusahaan menerima kiriman uang dari langganan sebesar Rp 3.140.000, dan jumlah
tersebut belum terdapat dalam catatan Bank.
6. Bank salah mencatat biaya bank pada rekening PT. Dirgantara Indonesia Rp 240.000,
padahal biaya ini merupakan beban PT. Inul Daratista.
7. Biaya administrasi bank Rp 3.000.
8. Diantara cek yang dibatalkan terdapat sebuah cek dengan jumlah Rp 690.000, oleh
bagian pembukuan Perusahaan dicatat Rp 960.000, cek ini tadinya untuk pembayaran
utang.
9. Cek sebesar Rp 4.154.000, ditolak oleh bank karena kosong cek tersebut berasal dari pembayaran utang.
10. Cek yang diterima bank dari langganan sebesar Rp 1.680.000 dicatat oleh bagian
akuntansi bank Rp 1.860.000.
11. Perusahaan memperoleh bunga Rp. 170.000.
Diminta:
1. Buat Bank Rekonsiliasi yang mengarah ke saldo yang benar.
2. Buat jurnal yang diperlukan.
Contoh 2 :
Informasi yang diterima dari catatan Koperasi Serba Usaha Simpay Mitra per 31 Desember
2001, saldo menurut catatan Koperasi Rp. 2.432.0000 sedangkan rekening di bank
menunjukkan Rp. 2.376.000. Hal-hal yang menimbulkan perbedaan antara lain :
1. Setoran uang ke bank berjumlah Rp. 1.172.000 berhubung dilakukan pada akhir tahun
pembukuan, baru dicatat oleh bank pada tanggal 2 Januari 2002.
2. Dari bank diterima laporan mengenai tagihan dari Toko Harapan Rp. 740.000 per 29
Desember 2001. Bank dibebani biaya penagihan Rp. 20.000. Laporan penagihan ini
diterima bersama dengan laporan koran yaitu pada awal Januari 2002.
3. Pembayaran utang kepada anggota a/n Tn. Anton Rp. 1.460.000, ternyata salah
membukukan oleh perusahaan Rp. 2.540.000.
4. Perusahaan telah menerima satu lembar cek Rp. 340.000 yang selanjutnya disetorkan ke
bank ternyata cek tersebut ditolak bank dengan alasan dananya tidak mencukupi.
5. Koperasi telah mengeluarkan tiga lebar cek dimana cek ini sampai akhir Desember
2001 belum dicairkan oleh pemegangnya, cek tersebut adalah : No. HG. BX 001 Rp.
320.000, No. HG. BS 002 Rp. 240.000 dan No. HG. BX 003 Rp. 268.000.
6. Koperasi telah menyetor ke bank dengan cek Rp. 620.000 ternyata dicatat oleh bank
sebagai pengambilan.
7. Bank memperhitungkan biaya administrasi untuk bulan Desember 2001 Rp. 12.000 dan
pemberian jasa giro Rp. 80.000.
Diminta :
a. Buat rekonsiliasi untuk mencari saldo yang benar dan menurut perusahaan
b. Buat jurnal koreksi yang diperlukan
Contoh 3 :
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
12
Di bawah ini adalah rekening koran Koperasi Karyawan Dep. Diknas dengan BCA selama
bulan Oktober. Saldo per Oktober menurut catatan Bank Rp. 7.660.000, sedangkan
menurut catatan Koperasi Rp. 6.030.000. Perbedaan ini disebabkan antara lain :
1. Bank memberikan jasa giro bulan Oktober Rp. 320.000 dan membebani biaya
administrasi Rp.140.000.
2. Deposit in transit Rp. 2.340.000.
3. Bank menagih Wesel sebesar Rp. 1.500.000 ditambah bunga sebesar Rp. 60.000
dikurangi biaya penagihan Rp. 10.000
4. Hasil inkaso oleh bank Rp. 1.240.000.
5. Cek yang masih beredar sebagai berikut : No. 007 Rp.304.000, No. 015 Rp. 400.000
dan No. 020 Rp. 500.000.
6. Selembar cek yang disetorkan ke bank Rp. 520.000 ternyata tidak cukup dananya dan
ditolak oleh bank.
7. Hasil inkaso menurut bank Rp. 860.000 oleh Koperasi dicatat Rp. 580.000.
8. Selembar cek yang dikeluarkan oleh Koperasi Rp. 251.000 oleh bank dicatat Rp.
215.000.
Diminta :
Susun bank rekonsiliasi per 31 Oktober dan buat jurnal yang diperlukan.
Soal 4 :
Di bawah ini adalah rekening koran PT. Ikmi dengan Bank Mandiri selama bulan Oktober
2001, saldo menurut catatan Bank berjumlah Rp. 84.260.000 sedangkan menurut catatan
perusahaan berjumlah Rp. 66.330.000. Perbedaan ini disebabkan antara lain :
a. Bank menagih Notes Rp. 16.500.000 ditambah bunga Rp. 660.000 dikurangi collection
fee Rp. 110.000
b. Bank memberikan jasa giro untuk bulan Oktober Rp. 3.520.000 dan dibebani biaya
administrasi Rp. 1.540.000
c. Deposit in transit Rp. 25.740.000
d. Hasil Inkaso oleh bank berjumlah Rp. 13.640.000
e. Selembar cek yang disetorkan ke bank berjumlah Rp. 5.720.000 ternyata tidak cukup
dananya dan ditolak oleh bank
f. Cek yang masih beredar sebagai berikut :
- No. 007 berjumlah Rp. 3.344.000
- No. 015 berjumlah Rp. 4.400.000
- No. 020 berjumlah Rp. 5.500.000
g. Hasil inkaso menurut bank berjumlah Rp. 9.460.000 oleh perusahaan dicatat Rp.
6.380.000
h. Perusahaan telah mengambil uang di bank dengan cek No. 022 berjumlah Rp. 198.000
oleh bank dicatat sebagai penyetoran.
Ditanyakan :
Berdasarkan data di atas susun bank rekonsiliasi untuk bulan Oktober 2001 dan buat jurnal
yang diperlukan !
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
13
data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank
14
Wednesday, February 4, 2015
PENETAPAN HARGA PELAYANAN BARANG DAN JASA SEKTOR PUBLIK
- Agar pasar bekerja lebih baik
- memperbaiki arus informasi
- mengurangi unsur-unsur monopoli, dan
- batasan-batasan dalam masuknya perusahaan-perusahaan baru dalam pasar.
Menyimak dan meminjam istilah sjahrill effendi (waspada 12/1) dalam penetapan biasanya terkesan elit dan politis karena hanya sebahagian orang yang mengambil kebijakan dan terkesan tidak teransparan, maka tarif air minum PDAM di tentukan Melalui Badan Musyawarah (BAMUS) yang dibentuk oleh PDAM. langkah merupakan langkah maju dalam penetapan tarif menuju kebijakan yang terakuntabilitas, dan perlu diikuti oleh BUMD lainnya. Namun pembentukan badan tersebut belum merupakan sebuah solusi mengingat keterwakilinya Stekholder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam bamus, belum mewujutkan teori stewedship yang memposisikan stekholder sebagai prinsipal sebagai pemilik yang harus di layani oleh agent. kesulitan dalam penentuan tarif pelayanan mengingat terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan barang privat, dikarenakan: adanya kesulitan dalam menetukan batasan antara kedua barang tersebut, adanya pembebanan secara langsung. dalam pengguna Barang/jasa publik, dan Kecenderungan membebankan tarif pelayanan langsung daripada membebankannya pada pajak yang dibanyarkan secara berkala. Kesulitan berikutnya adalah terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang publik lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.
- Harga dari barang/jasa yang dijual dapat langsung di tentukan dari besarnya biaya dalam proses produksi/pelayanan jasa dan harga pasar. Mengutamakan provit & harga harga bervariasi pada setiap customer ( masyarakat ).
- Fasilitas pelayanan jasa dan barang yang didapat secara gratis dari sektor publik pada dasarnya tertutupui dari pajak yang kita bayar (PPN,PBB,Pajak Kendaraan, Pajak Jalan dll)
- Pembebanan tarif pelayanan langsung kepada masyarakat harus dilakukan oleh pemerintah karena adanya barang privat yang tidak semua masyarakat menggunakannya sehingga tidak bersifat diskriminatif ( contohnya : tarif jalan tol, tarif PDAM dll )