Wednesday, February 25, 2015

HUKUM KEUANGAN NEGARA

TINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARA Asas-asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negara sistem penganggaran negara MANAJEMEN BUMN

Tuesday, February 24, 2015

Thursday, February 19, 2015

BANK SYARIAH

Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan "Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia". Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.

Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.

"Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia" memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.

Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.

Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.

Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah

Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.

Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.

Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah "bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking".

Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.

Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.

Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan

Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dokumentasi tentang Perbankan Syariah:

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.

Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat

Berikut usaha yang dapat dilaksanakan oleh BPR:

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

BANK UMUM

Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan Usaha Bank Umum

Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh Bank Umum:

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menerbitkan surat pengakuan utang.
  • Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
    • Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
    • Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
    • Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
    • Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
    • Obligasi.
    • Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun.
    • Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun
  • Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
  • Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
  • Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga.
  • Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
  • Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
  • Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
  • Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
  • Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu Bank Umum dapat pula:

  • Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan
  • Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.


 

Sumber : Otoritas Jasa Keuangan RepublikIndonesia

CASH DAN REKONSILIASI BANK


 

Pengertian Kas :

  1. Kas merupakan suatu aktiva lancar yang meliputi uang logam, uang kertas, dan pos-pos lain yang dapat digunakan sebagai alat tukar dan mempunyai dasar pengukuran akuntansi.
  2. Kas merupakan harta yang paling lancar (aktiva yang paling liquid) bagi perusahaan. Disamping paling liquid, kas juga merupakan harta yang paling riskan sehingga pengamanan terhadap kas perlu dilakukan seketat mungkin, untuk menghindari kebocoran yang akan merugikan perusahaan.


 

Untuk kepentingan perlakukan akuntansi kas dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Kas kecil (petty cash / cash on hand)

2. Kas di bank (cash in bank)


 

Kas kecil

Adalah uang kas yang ada dalam berangkas perusahaan yang digunakan untuk membayar

dalam jumlah yang relatif kecil misalnya pembelian perangko, biaya perjalanan, membayar

biaya telegram, membayar biaya taxi dan membayar yang berjumlah kecil.


 

Kas di bank


 

Adalah uang kas yang dimiliki perusahaan yang disimpan di bank dalam bentuk giro/bilyet dan kas ini dipakai untuk pembayaran yang jumlahnya besar dengan menggunakan check. Oleh karena itu perusahaan perlu mempunyai sejumlah kas tertentu yang disediakan untuk keperluan pembayaran-pembayaran yang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan check yang disebut kas kecil.


 

Prosedur untuk mengisi kembali kas kecil dengan metode imperest fund system adalah sebagai berikut :

  1. Kas kecil dihitung oleh seorang petugas dari bagian akuntansi. Jumlah perintah pengeluaran kas kecil ditambah dengan sisa uang yang ada harus sama dengan jumlah pada saat pembentukan.
  2. Semua perintah pengeluaran kas kecil diperiksa untuk memastikan bahwa pengeluaran-pengeluaran itu telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang dan bahwa pengeluaran-pengeluaran itu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. Perintah-perintah pengeluaran kas kecil diberi tanda tertentu agar bukti tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk pengeluaran kas kecil di kemudian hari.
  4. Perintah-perintah pengeluaran kas kecil dikelompokkan berdasarkan rekening-rekening biaya yang ada dalam buku besar.


 


 


 

Adapun manajemen kas dari kedua di atas menggunakan sistem pencatatan dan metode penilaian yang berbeda. Untuk kas yang ada di bank digunakan prosedur rekonsiliasi bank yang dilakukan secara periodik antara pihak perusahaan dengan pihak bank. Sedangkan untuk kas kecil ada dua metode dalam pencatatan, yaitu :


 


 


 

1. Imperest fund system (sistem dana tetap)


 

Dengan sistem ini dana kas kecil diupayakan memiliki dana yang tetap, kecuali perusahaan menghendaki perubahan jumlah kas kecil misalnya perusahaan merasakan kas kecil tidak mencukupi kebutuhan yang diperlukan sehari-hari, maka perlu ada penambahan jumlah kas kecil atau perusahaan menganggap terlalu besar, maka perlu ditambah. Kondisi seperti ini maka perusahaan perlu membuat suatu kebijakan baru yang berkaitan dengan jumlah kas kecil yang ad di perusahaan yaitu dengan cara melakukan penyesuaian untuk menambah atau mengurangi jumlah kas kecil.


 

2. Fluctuation fund system (sistem dana berubah)


 

Metode ini jumlah kas kecil tidak harus tetap tetapi boleh berubah sesuai dengan kebutuhan perusahaan, misalnya pada waktu membuat suatu kebijakan pertama kali perusahaan menetapkan jumlah kecil sebesar Rp. 1.000.000, kemudian digunakan sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang jumlahnya kecil dan kemudian diisi kembali. Kalau dalam sistem dana tetap jumlah pengisiannya harus sebesar kas kecil yang digunakan sehingga saldo akhirnya kan sama dengan jumlah pada waktu pertama kali kas kecil dibuat, sedangkan dalam sistem dana berubah jumlah pengisiannya tidak harus sama dengan jumlah yang telah digunakan misalnya Rp. 1.000.000 lagi, tetapi boleh lebih atau kurang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.


 

Perbedaan cara pencatatan fluctuation fund system dan imperest fund system :


 

Keterangan

Sistem imperest

Sistem fluktuasi

1. Pada saat kas kecil

Sistem

imperest

pada

saat Sedangkan

pada

sistem

dibelanjakan.

dibelanjakan tidak perlu dijurnal fluktuasi

harus

dicatat


 

(No,

Entry)

artinya

cukup semua jenis pengeluaran


 

membuat catatan kecil yang yang berasal dari kas kecil.


 

tujuannya untuk

menghitung


 

jumlah kas kecil yang masih


 

tersedia. Akan tetapi membuat


 

bukti

pembayaran

dan


 

menyimpannya sebagai bukti.


 

Sehingga apabila pada suatu saat


 

dana kas kecil diperiksa (petty


 

cash opname) pemegang dana

kas kecil harus dapat mempertanggungjawabkan mengenai sisa yang ada ditambah jumlah bukti pembayaran yang telah dilakukan jumlahnya harus sama dengan dana tetap kas kecil.

2. Pada saat kas kecil

Sistem imperest mengklasifi-

Sedangkan sistem fluktuasi,

akan diisi kembali

kasikan rekening yang sejenis tidak perlu mencapai batas

sesuai dengan rekening buku minimum dan jumlahnya

besar. Dan pengisian kas kecil tidak perlu tetap. Artinya

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

6

ini

harus

sesuai

dengan perusahaan boleh mengisi

kebijakan

perusahaan,

yaitu kapan dan jumlah sesuai

batas minimum yang harus diisi, dengan kebutuhan kas kecil.

sehingga

jumlah

kas

kecil

setelah diisi harus sama dengan

kas kecil pada saat dibentuk.

Cara Penjurnalan :


 

Keterangan

Imprest fund system

Fluctuation fund system

1. Saat pengisian atau

Petty Cash

Petty Cash

pembentukan


 

Cash


 


 

Cash


 

2. Pemakaian kas kecil

No, entry

Expense


 

Kas kecil

3. Pengurangan kas kecil

Cash

Cash


 


 

Petty Cash


 

Petty Cash

4. Penambahan kas kecil

Petty Cash

Petty Cash


 

Cash


 

Cash

5. Pengisian kembali kas

Expense*)

Petty Cash

kecil


 

Cash


 

Cash

*) Rekening yang sama dijumlahkan


 

Pada sistem imprest fund sistem, apabila pada saat penyusunan laporan keuangan sebagian

dana kas kecil sudah dipakai akan tetapi jumlah yang dipakai tersebut belum boleh diisi kembali, karena pengisian kas kecil menggunakan ketentuan batas minimum, maka perlu

dilakukan penyesuaian. Misalnya pada tanggal 1 Desember 2003 jumlah kas kecil sebesar

Rp. 1.000.000, pada tanggal 5 Desember 2003 digunakan untuk membayar parkir dan

membeli suplies masing-masing sebesar Rp. 400.000 dan Rp. 200.000. Sedangkan

pengisian kembali bila kas kecil berjumlah Rp. 300.000, maka perlu membuat jurnal

penyesuaian yang tujuannya untuk memberikan informasi, berapa jumlah kas kecil yang

masih tersisa atau berapa yang telah terpakainya.


 

Petty Cash


 

Administration Expense


 

1/12 Rp. 1.000.000

31/12 Rp. 600.000

31/12 Rp. 400.000


 


 


 


 

Saldo Rp. 400.000


 

Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000


 


 


 

Supplies


 


 


 


 


 


 


 

31/12 Rp. 200.000


 

Jurnal penyesuaian :

Administration expense

Rp. 400.000

Supplies


 


 


 

Rp. 200.000


 

Petty Cash


 

Rp. 600.000


 

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

7

Jadi jumlah kas kecil yang harus dilaporkan atau dicatat dalam Neraca bukan sebesar Rp.

1.000.000, tetapi sebesar Rp. 400.000 karena telah terpakai untuk biaya administrasi dan supplies sebesar Rp. 600.000.

Jurnal penyesuaian di atas pada awal periode berikutnya harus dibuat jurnal pembalik

(Reversing entries), yaitu dengan cara membalikkan yang asalnya Debet dibalikkan

menjadi Kredit dan sebaliknya yang Kredit menjadi Debet supaya jumlahnya menjadi nol.


 


 

Jurnal Pembalik :

Petty Cash


 

Rp. 600.000


 

Administration expense

Rp. 400.000


 

Supplies


 


 

Rp. 200.000


 

Contoh 1 :

Berdasarkan kebijakan akuntansi PT. Tersanjung mulai bulan Januari 2001 bermaksud

untuk mengadakan kas kecil. Pembentukan kas kecil untuk pertama kali pada tanggal 1

Januari 2001 dengan jumlah Rp. 1.000.000,- kas kecil dipergunakan untuk pembayaran

sampai dengan Rp. 250.000,- Berikut ini transaksi yang terjadi selama bulan Januari 2001 :

Jan. 4. Dibayar biaya telepon (utility) Rp. 225.000,-

Jan. 7 Diberikan pinjaman kepada karyawan Rp. 180.000,-

Jan. 9 Dibeli perlengkapan secara tunai seharga Rp. 120.000,-

Jan 15 Dibayar biaya listrik (utility) sebesar Rp. 245.000,-

Jan 20 Dibayar sumbangan kepada RW setempat (Administrasi dan Umum) sebesar Rp.

100.000,-

Jan 25 Kas kecil diisi kembali sejumlah Rp. 500.000,-

Jan 27 Dibayar biaya tagihan air atau PDAM (utility) sebesar Rp. 110.000,-

Jan 29 Dibeli perlengkapan kantor secara tunai seharga Rp. 80.000,-

Diminta :

Berdasarkan transaksi di atas, buat jurnal dengan menggunakan metode :

a. Imprest fund system

b. Fluctuation fund system

Catatan : Untuk Imperest fund system pengisian tanggal 25 Januari tidak ada dan

pengisian kembali apabila saldo kas kecil dibawah Rp. 300.000,-


 

Contoh 2 :

PT. X membentuk dana kas kecil dengan metode imprest fund sistem, untuk keperluan

pembayaran sehari-hari yang jumlahnya relatif kecil. Pembayaran dengan kas kecil dibatasi

sampai jumlah Rp. 400.000, sedangkan pengisian kembali dana kas kecil dilakukan jika

saldo kas kecil di bawah jumlah Rp. 500.000. Transaksi selama bulan Juni dan Juli adalah

sebagai berikut :

Juni 6

Pembentukan dana tetap kas kecil sebesar Rp. 2.000.000

17 Dibayar biaya rapat (administration expense) Rp. 380.000

18 Dibayar biaya sewa penyimpanan barang sementara Rp. 350.000

20 Dibeli perlengkapan toko Rp. 200.000

24 Dibayar penggantian biaya parkir dan tol (administration expense) Rp. 65.000

25 Dibayar biaya perjalanan dinas karyawan Rp. 350.000

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

8

26 Dibayar langganan surat kabar dan majalah (administration expense) Rp. 180.000

30 Dibayar biaya telepon, listrik dan air (Utilities expense) Rp. 350.000

Juli 1

Dibayar biaya rapat Rp. 320.000


 

3 Diberikan pinjaman kepada karyawan (employee receivable) Rp. 400.000


 

6

Dana kas kecil disesuaikan menjadi Rp. 2.500.000.

Ditanyakan :

1. Jurnal transaksi di atas

2. Jurnal penyesuaian tanggal 30 Juni

3. Jurnal tanggal 6 Juli

4. Berapa jumlah kas kecil yang harus dilaporkan pada tanggal 30 Juni

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

9

Rekonsiliasi bank

Rekonsiliasi bank yaitu membuat suatu analisa hal-hal yang menimbulkan

perbedaan antara catatan perusahaan mengenai simpanannya di bank dengan catatan yang

disajikan oleh petugas bank.


 

Perusahaan secara periodik (misalnya setiap akhir bulan) akan menerima catatan-

catatan secara terperinci dari banknya yang disebut rekening koran. Dari laporan yang

diterima akan diketahui berapa saldo simpanan perusahaan tersebut di bank yang

bersangkutan dan selanjutnya sekaligus dapat dicocokkan dengan catatan-catatan yang

dibuat oleh perusahaan sendiri.


 

Sering terjadi antara saldo simpanan menurut laporan bank dengan catatan

perusahaan terdapat perbedaan. Perbedaan ini akan dianalisa dan selanjutnya akan disusun

suatu laporan yang dinamakan Bank Rekonsiliasi.


 

Hal-hal yang biasanya menyebabkan perbedaan antara nilai sisa di bank dengan

nilai sisa buku adalah :

1. Hal-hal yang sudah dicatat oleh perusahaan tetapi belum dicatat oleh bank :

a. Setoran dalam perjalanan (deposit in transit). Perusahaan telah mencatat setoran ini tetapi bank belum mencatat, karena setoran tersebut belum sampai ke bank atau

belum sempat dicatat misalnya baru dicatat tanggal berikutnya. Supaya sama

catatan yang ada di bank dan di perusahaan, maka bank harus mencatat sebagai

penambahan setoran sebesar jumlah yang telah dicatat oleh perusahaan.

b. Cek dalam peredaran (outstanding check). Cek ini sudah dikeluarkan oleh perusahaan dan dicatat dalam buku perusahaan tetapi belum disampaikan oleh

pemegang cek atau belum dibayarkan oleh bank, sehingga catatan yang ada di bank

dan di perusahaan tidak sama. Supaya sama maka bank harus mencatatnya sebagai

pengeluaran/ mengurangi jumlah saldo yang dimiliki oleh perusahaan.


 

2. Hal-hal yang telah dicatat oleh bank tetapi belum dicatat oleh perusahaan :

a. Inkaso. Bank kadang-kadang menerima uang untuk kepentingan nasabah. Banyak

perusahaan yang mempunyai pelanggan yang langsung membayar ke rekening

perusahaan di bank. Misalnya penagihan uang kas oleh bank atas wesel tagihan dan

pendapatan bunganya untuk nasabah. Bank akan memberitahukan kepada nasabah

mengenai penagihan yang dilakukannya ini di dalam rekening koran. Hal ini

menyebabkan perbedaan catatan yang ada di perusahaan dengan bank, karena bank

telah mencatat atau menambahkan hasil tagihan dan bunganya sedangkan

perusahaan belum mengetahui dan belum mencatat, baru mengetahui setelah

memperoleh laporan rekening koran. Supaya sama catatan yang ada di perusahaan

dan di bank, maka perusahaan harus menambah jumlah yang telah dicatat oleh

bank.

b. Pendapatan bunga atas rekening checking. Banyak bank membayar bunga

kepada nasabah yang memiliki nilai sisa yang cukup banyak di dalam rekeningnya.

Bank akan memberitahukan kepada nasabah mengenai bunga ini di dalam rekening

koran. Karena perusahaan belum mencatat, maka perusahaan perlu menambahkan

sejumlah bunga yang telah dicatat oleh bank.

c. Biaya bank. Biaya ini dibebankan kepada perusahaan karena bank telah

memberikan jasa pada perusahaan misalnya bank melakukan penagihan kepada

nasabah. Biaya penagihan telah dicatat oleh bank, tetapi perusahaan belum

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

10

mengetahui dan baru mengetahui setelah ada laporan rekening koran dari bank,

sehingga terjadi perbedaan antara catatan yang ada di bank dan di perusahaan.

Supaya sama maka perusahaan harus mencatat sejumlah bunga yang dibebankan

oleh bank yaitu dengan mengurangi saldo yang ada di perusahaan.

d. Cek kosong ( non suffecience fund). Perusahaan telah menerima check dari langganan dan telah mencatat sebagai hasil penagihan piutang misalnya kemudian

cek tersebut dikirimkan ke bank untuk mencairkan atau menambah simpanan,

setelah diteliti ternyata check tersebut kosong dan ditolak oleh bank (bank tidak

melakukan pencatatan). Mengenai penolakan ini belum sempat dilaporkan ke

perusahaan, setelah perusahaan mengetahui bahwa cek tersebut kosong, perusahaan

harus mengembalikan cek tersebut. Maka yang tadi telah dicatat oleh perusahaan

sebagai penambahan saldo dikurangi lagi supaya nilainya menjadi nol dan

perusahaan masih memiliki piutang kepada langganannya.

e. Kesalahan yang dilakukan baik oleh bank maupun perusahaan. Kesalahan ini

dapat berupa kesalahan dalam angka ataupun kesalahan dalam rekening dan untuk

menyamakan harus dilakukan jurnal koreksi baik koreksi nama rekening maupun

koreksi jumlah angka. Dan untuk angka mungkin akan menambah saldo atau

mungkin akan mengurangi saldo baik yang ada di perusahaan maupun yang ada di

bank.


 

Untuk lebih memudahkan dalam mengerjakan Rekonsiliasi bank, maka akan disajikan cara

yang secara umum dapat dipergunakan :


 

Nama Perusahaan

Bank Rekonsiliasi

30 Juni 2001

Saldo catatan perusahaan

xx

Saldo catatan bank


 


 

xx


 


 

• Jasa giro dari bank

(+)

• Deposit in transit

(+)

• Inkaso/Penerimaan

(+)

• Outstanding check

(- )

• Penerimaan piutang

(+)

• Koreksi


 


 

(+/-)

• Not Suffecience fund

(- )


 


 


 


 


 

xx

• Biaya administrasi

(- )


 


 


 


 

xxx

• Transfer/Pengeluaran

(- )

• Koreksi


 


 

(+/-)


 


 


 


 

xx


 


 


 

xxx


 

Agar memperoleh gambaran yang jelas, di bawah ini diberikan beberapa contoh :

Soal 1 :

Perusahaan PT. Dirgantara Indonesia mencatat Transaksi sebagai berikut :

1. Saldo kas menurut catatan Perusahaan per 31 Maret 2000 Rp 12.269.000

2. Saldo kas menurut laporan Bank sebesar Rp 41. 090.000

3. Perusahaan telah mengeluarkan Cek : No. 146 Rp 2.000.000, No. 147 Rp 3.240.000, No.

148 Rp 6.148.000 dan No. 149 Rp 3.240.000. Ternyata cek No. 148 belum dicairkan

oleh pemegangnya.

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

11

4. Bank telah menagihkan piutang dagang Rp 30.150.000 dan Perusahaan dibebani biaya

penagihan Rp 20.000 transaksi ini belum dilaporkan ke Perusahaan.

5. Perusahaan menerima kiriman uang dari langganan sebesar Rp 3.140.000, dan jumlah

tersebut belum terdapat dalam catatan Bank.

6. Bank salah mencatat biaya bank pada rekening PT. Dirgantara Indonesia Rp 240.000,

padahal biaya ini merupakan beban PT. Inul Daratista.

7. Biaya administrasi bank Rp 3.000.

8. Diantara cek yang dibatalkan terdapat sebuah cek dengan jumlah Rp 690.000, oleh

bagian pembukuan Perusahaan dicatat Rp 960.000, cek ini tadinya untuk pembayaran

utang.

9. Cek sebesar Rp 4.154.000, ditolak oleh bank karena kosong cek tersebut berasal dari pembayaran utang.

10. Cek yang diterima bank dari langganan sebesar Rp 1.680.000 dicatat oleh bagian

akuntansi bank Rp 1.860.000.

11. Perusahaan memperoleh bunga Rp. 170.000.

Diminta:

1. Buat Bank Rekonsiliasi yang mengarah ke saldo yang benar.

2. Buat jurnal yang diperlukan.


 

Contoh 2 :

Informasi yang diterima dari catatan Koperasi Serba Usaha Simpay Mitra per 31 Desember

2001, saldo menurut catatan Koperasi Rp. 2.432.0000 sedangkan rekening di bank

menunjukkan Rp. 2.376.000. Hal-hal yang menimbulkan perbedaan antara lain :

1. Setoran uang ke bank berjumlah Rp. 1.172.000 berhubung dilakukan pada akhir tahun

pembukuan, baru dicatat oleh bank pada tanggal 2 Januari 2002.

2. Dari bank diterima laporan mengenai tagihan dari Toko Harapan Rp. 740.000 per 29

Desember 2001. Bank dibebani biaya penagihan Rp. 20.000. Laporan penagihan ini

diterima bersama dengan laporan koran yaitu pada awal Januari 2002.

3. Pembayaran utang kepada anggota a/n Tn. Anton Rp. 1.460.000, ternyata salah

membukukan oleh perusahaan Rp. 2.540.000.

4. Perusahaan telah menerima satu lembar cek Rp. 340.000 yang selanjutnya disetorkan ke

bank ternyata cek tersebut ditolak bank dengan alasan dananya tidak mencukupi.

5. Koperasi telah mengeluarkan tiga lebar cek dimana cek ini sampai akhir Desember

2001 belum dicairkan oleh pemegangnya, cek tersebut adalah : No. HG. BX 001 Rp.

320.000, No. HG. BS 002 Rp. 240.000 dan No. HG. BX 003 Rp. 268.000.

6. Koperasi telah menyetor ke bank dengan cek Rp. 620.000 ternyata dicatat oleh bank

sebagai pengambilan.

7. Bank memperhitungkan biaya administrasi untuk bulan Desember 2001 Rp. 12.000 dan

pemberian jasa giro Rp. 80.000.

Diminta :

a. Buat rekonsiliasi untuk mencari saldo yang benar dan menurut perusahaan

b. Buat jurnal koreksi yang diperlukan


 

Contoh 3 :

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

12

Di bawah ini adalah rekening koran Koperasi Karyawan Dep. Diknas dengan BCA selama

bulan Oktober. Saldo per Oktober menurut catatan Bank Rp. 7.660.000, sedangkan

menurut catatan Koperasi Rp. 6.030.000. Perbedaan ini disebabkan antara lain :

1. Bank memberikan jasa giro bulan Oktober Rp. 320.000 dan membebani biaya

administrasi Rp.140.000.

2. Deposit in transit Rp. 2.340.000.

3. Bank menagih Wesel sebesar Rp. 1.500.000 ditambah bunga sebesar Rp. 60.000

dikurangi biaya penagihan Rp. 10.000

4. Hasil inkaso oleh bank Rp. 1.240.000.

5. Cek yang masih beredar sebagai berikut : No. 007 Rp.304.000, No. 015 Rp. 400.000

dan No. 020 Rp. 500.000.

6. Selembar cek yang disetorkan ke bank Rp. 520.000 ternyata tidak cukup dananya dan

ditolak oleh bank.

7. Hasil inkaso menurut bank Rp. 860.000 oleh Koperasi dicatat Rp. 580.000.

8. Selembar cek yang dikeluarkan oleh Koperasi Rp. 251.000 oleh bank dicatat Rp.

215.000.

Diminta :

Susun bank rekonsiliasi per 31 Oktober dan buat jurnal yang diperlukan.


 

Soal 4 :

Di bawah ini adalah rekening koran PT. Ikmi dengan Bank Mandiri selama bulan Oktober

2001, saldo menurut catatan Bank berjumlah Rp. 84.260.000 sedangkan menurut catatan

perusahaan berjumlah Rp. 66.330.000. Perbedaan ini disebabkan antara lain :

a. Bank menagih Notes Rp. 16.500.000 ditambah bunga Rp. 660.000 dikurangi collection

fee Rp. 110.000

b. Bank memberikan jasa giro untuk bulan Oktober Rp. 3.520.000 dan dibebani biaya

administrasi Rp. 1.540.000

c. Deposit in transit Rp. 25.740.000

d. Hasil Inkaso oleh bank berjumlah Rp. 13.640.000

e. Selembar cek yang disetorkan ke bank berjumlah Rp. 5.720.000 ternyata tidak cukup

dananya dan ditolak oleh bank

f. Cek yang masih beredar sebagai berikut :


 

- No. 007 berjumlah Rp. 3.344.000


 

- No. 015 berjumlah Rp. 4.400.000


 

- No. 020 berjumlah Rp. 5.500.000

g. Hasil inkaso menurut bank berjumlah Rp. 9.460.000 oleh perusahaan dicatat Rp.

6.380.000

h. Perusahaan telah mengambil uang di bank dengan cek No. 022 berjumlah Rp. 198.000

oleh bank dicatat sebagai penyetoran.

Ditanyakan :

Berdasarkan data di atas susun bank rekonsiliasi untuk bulan Oktober 2001 dan buat jurnal

yang diperlukan !


 


 


 

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

13


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

data/akuntansi keuangan II/kas kecil dan rekonsiliasi bank

14


 


 

 

Posted on by ari efendi | 1 comment

Friday, February 6, 2015

Wednesday, February 4, 2015

PENETAPAN HARGA PELAYANAN BARANG DAN JASA SEKTOR PUBLIK



1.      PENDAHULUAN

Barang & Jasa Publik adalag barang dan jasa yang umumnya dapat dinikmati secara gratis oleh masyarakat tanpa harus mengeluarkan biaya. Jasa Publik disediakan secara seragam kepada seluruh masyarakat di suatu negara. Namun bukan berarti jasa/barang publik ii tidak menimbulkan biaya. Sebuah proses politik digunakan dalam menentukan jumlah yang harus disediakan dan distribusi biaya kepada individu. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui 2 sumber yaitu, pajak & pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik.
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu: Pajak dan pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik. jika pelayanan publik dibiayai dengan Pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar tanpa memperdulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa publik tersebut atau tidak. Hal tersebut karena Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal (kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar Pajak. Jika pelayanan publik dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan publik tersebut, sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar.
Kewajiban aparatur negara yang juga mengikuti kewajiban negara dalam menyelenggarakan tugas negara seperti yang diamanatkan UUD 1945, GBHN dan UU APBN (mardiasmo 2000) adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service) dalam bentuk penyediaan jasa dan barang secara prima. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah apakah BUMD dan BUMN akan memberikan tarif pelayanan publik yang diwujutkan dalam bentuk retribusi, pajak dan pembebanan tarif Jasa langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for sevice).

1.1.        Manajemen Pelayanan Sektor Publik
Hakikat kualitas pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2004, dalam Ratminto (2006:19-20) adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat, yang berasaskan kepada:
a. Transparansi atau memiliki sifat keterbukaan.
b. Akuntabilitas, atau dapat dipertanggung jawabkan.
c. Kondisional, atau sesuai dengan kondisi untuk memenuhi prinsip efisiensi dan efektifitas.
d. Partisipatif, yang berarti mendorong peran serta masyarakat.
e. Kesamaan hak atau tidak diskriminatif.
f. Keseimbangan hak dan tanggung jawab, antara pihak pemberi pelayanan dan pihak penerima pelayanan.

1.2.Tujuan Kebijakan harga
Pada dasarnya Pemerintah terlibat dalam menentukan harga barang publik adalah ingin meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya maupun keadilan dalam distribusi pendapatan dalam menentukan berapa banyak barang yang dibeli oleh individu dan mereka hanya akan mempertimbangkan manfaat yang diperolah secara pribadi, sehingga kesempatan barang tersebut yang tersedia dipasar akan sanagt kecil. Dalam mengatasi hal ini, pemerintah menjamin bahwa manfaat eksternal harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan jumlah yang akan dikonsumsi oleh individu, juga pemerintah akan terlibat dalam penyediaan barang pribadi untuk memproteksi masyarakat dari penipuan ( kebenaran iklan), kepastian tersedianya jasa (jasa rumah sakit dan pos), maupun keseragaman kualitas jasa (pendidikan). Semua keterlibatan pemerintah tersebut ditunjukan untuk mencapai penentuan harga yang efisien.
Tujuan kebijakan harga oleh pemerintah mencakup :
  1. Agar pasar bekerja lebih baik
  2. memperbaiki arus informasi
  3. mengurangi unsur-unsur monopoli, dan
  4. batasan-batasan dalam masuknya perusahaan-perusahaan baru dalam pasar.
Akan selalu ada tujuan- tujuan ekonomi dan non-ekonomi yang dapat diikuti pemerintah melalui campur tangan, dalam meminimalkan biaya ekonomi guna mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan.

1.3.Penentuan Harga Barang Publik
Jika pemerintah hendak membebankan biaya pelayanan kepada konsumennya, maka pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas dan wajar, atau dengan kata lain berapa harga pelayanan yang akan ditetapkan? Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban (charge) dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (full cost recovery). Akan tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa kesulitan, karena:
1)  Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan.
2)  Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi.
3)  Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar.
4)   Biaya apa saja yang harus diperhitungkan: apakah hanya biaya operasi langsung (current operation cost), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital cost).
Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost pricing, setidaknya harus memperhitungkan :
  Biaya operasi variabel (variable operating cost)
  Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan untuk memberikan pelayanan.
  Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalam penyediaan pelayanan dan
  Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan.
Tergantung pada tujuannya, pemerintah mempunyai banyak pilihan berkaitan dengan keputusan penyediaan barang atau jasanya:
1. Dapat dijual dengan harga pasar.
2. Dijual dengan tingkat harga tertentu yang berbeda dengan harga pasar.
3. Diberikan secara gratis kepada para konsumennya.
Keputusan penentuan harga oleh pemerintah ditujukan untuk memperbaiki alokasi sumber daya ekonomi pada sektor publik. Dalam perekonomian, tingkat harga merupakan suatu tanda tingginya nilai yang merupakan kesediaan konsumen untuk membayar atas barang yang dihasilkan oleh produsen, sekaligus merupakan tingginya biaya untuk menghasilkan barang tersebut oleh produsen.
Dalam mekanisme pasar barang pribadi yang bersifat persaingan sempurna, untuk menentukan tingkat keseimbangan, berlaku hukum bahwa harga sama dengan biaya marginal (marginal cost) dan sama dengan pendapatan marjinal (marginal revenue) bagi produsen,
 p = MC = MR
dimana:
p     = harga
MC = marginal cost / biaya marginal
MR = marginal revenue / pendapatan marginal.
Sehingga, apabila konsumen akan memaksimalkan kepuasannya, pada tingkat equilibrium (persetujuan dalam penentuan harga barang antara produsen dengan konsumen) , konsumen akan membeli barang-barang sampai tercapai kondisi equilibrium tersebut.
Pada dasarnya, tugas pemerintah adalah menyediakan barang untuk kepentingan orang banyak dengan harga murah. Dengan demikian, pemerintah akan ditekan oleh kekuatan politik untuk tidak mengambil keuntungan dari barang atau jasa yang dihasilkannya. Itulah sebabnya, pemerintah seringkali menetapkan harga dibawah tingkat harga yang sebenarnya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen barang tersebut. Konsekuensinya, keputusan pemerintah ini menimbulkan ketidak efisienan atau terjadi pemborosan apabila dipandang dari ilmu ekonomi, karena konsumen menilai barang atau jasa yang disediakan oleh pemerintah terlalu mudah diperoleh.  Contoh yang dapat digunakan adalah penyediaan publik utilities oleh pemerintah, seperti air minum dan listrik. Pemerintah tidak diharapkan untuk memperoleh keuntungan dari penyediaan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak itu, sehingga pemerintah dapat menetapkan harga tertinggi. Pemerintah hanya menutup biaya totalnya yang mengakibatkan perusahaan- perusahaan pemerintah penyedia barang public utilities akan tetap dapat berjalan tanpa mengalami kerugian. Akan tetapi, situasi penyediaan public utilities tersebut tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah. Perusahaan yang mengelola public utilities yang harus menjual produksinya tanpa memperoleh keuntungan sama sekali akan mengalami permasalahan dalam ekspansi atau melakukan perluasan usaha. Maka, pemerintah akan mengarahkan perusahaan pada kondisi bahwa, selain menghasilkan barang dan jasa sebanyak mungkin untuk mencukupi kebutuhan rakyat banyak, perusahaan juga diijinkan memperoleh keuntungan dalam jumlah tertentu. Pemerintah akan menetapkan jumlah keuntungan maksimum, kemudian konsumen akan membayar jumlah diatas nilai yang ditetapkan sebelumnya pada saat zero profit. Pada kondisi ini, konsumen tidak terlalu dibebankan tingkat harga yang terlalu tinggi, tetapi produsen masih dapat melakukan perluasan usaha untuk menambah investasinya.

1.4.Menentukan Tarif Pelayanan Publik

Menyimak dan meminjam istilah sjahrill effendi (waspada 12/1) dalam penetapan biasanya terkesan elit dan politis karena hanya sebahagian orang yang mengambil kebijakan dan terkesan tidak teransparan, maka tarif air minum PDAM di tentukan Melalui Badan Musyawarah (BAMUS) yang dibentuk oleh PDAM. langkah merupakan langkah maju dalam penetapan tarif menuju kebijakan yang terakuntabilitas, dan perlu diikuti oleh BUMD lainnya. Namun pembentukan badan tersebut belum merupakan sebuah solusi mengingat keterwakilinya Stekholder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam bamus, belum mewujutkan teori stewedship yang memposisikan stekholder sebagai prinsipal sebagai pemilik yang harus di layani oleh agent. kesulitan dalam penentuan tarif pelayanan mengingat terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan barang privat, dikarenakan: adanya kesulitan dalam menetukan batasan antara kedua barang tersebut, adanya pembebanan secara langsung. dalam pengguna Barang/jasa publik, dan Kecenderungan membebankan tarif pelayanan langsung daripada membebankannya pada pajak yang dibanyarkan secara berkala. Kesulitan berikutnya adalah terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang publik lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.
Organisasi sektor publik harus memutuskan berapa pelayanan yang dibebankan pada masyarakat. Aturan yang biasa dipakai adalah beban (charge) dihitung sebesar total biaya  tersebut (full cost recorvery). Walaupun akan mengalami kesulitan dalam menghitung biaya total dikarena:
1.      Tidak diketahui secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengidentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak boleh terjadi pencampur-adukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes.
2.      Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi, Karena jumlah biaya untuk melayani satu orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan perbedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh.
3.      Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang miskin tidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi.
4.      Biaya yang harus diperhitungkan, apakah hanya biaya operasi langsung (current operation cost), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital cost). Yang  akan memasukkan bukan saja biaya operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah kadaluwarsa, dan biaya penambahan kapasitas Hal inilah yang disebut marginal cost pricing.

1.5.Strategi dalam Penetapan Harga Barang Publik (Kompleksitas Strategi Harga)
a)      Two-part tariffs : banyak kepentingan (publik seperti listrik) dipungut dengan two-part tariffs, yaity fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi.
b)    Peak-load tariffs : pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum).
c)    Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok yang berpendapatan rendah dapat disubsidi silang dengan kelompok yang berpendapatan rendah dapat disubsidi silang dengan kelompok dengan pendapatan tinggi.
d)     Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan publik untuk membayar.
e)      Harga di atas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga di atas marginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.
Penetuan tarif ini juga harus mempertimbangkan Opportunity cost untuk staf, perlengkapan dll, Opprtunity cost of capital, Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to siciety (opportunity cost). Polling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu dan cadangan inflasi. Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat.

1.6.PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL
Beberapa pelayanan publik yang dapat dibebankan tarif pelayanan. Pembebanan tarif pelayanan publik kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa alasan, yaitu:
a)      Adanya barang privat dan barang publik
Terdapat tiga jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat yaitu:
         Barang privat
         Barang publik
         Campuran antara barang privat dan publik


Beberapa sebab sulitnya membedakan barang publik dengan barang privat tersebut antara lain:
·         Batasan antara barang publik dan barang publik sulit untuk ditentukan.
·         Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa publik tapi dalam penggunaannya (konsumsinya) tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan langsung.
·         Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada membebankan pajak karena pembebanan tarif lebih mudah pengumpulannya.
b)      Efesiensi ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan berapa banyak barang/jasa yang mereka ingin konsumsi, mekanisme harga memiliki peran penting dalam mengalokasikan sumber daya melalui:
        Pendistribusian permintaan, siapa yang mendapatkan manfaat paling banyak, maka ia akan membayar lebih banyak pula.
       Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
         Pemberian insentif pada supplier untuk mempertahankan dan meningkatkan persediaan jasa (supply of service).
c)         Prinsip keuntungan
Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada mereka yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya dikenakan kepada mereka yang diuntungkan dengan pelayanan tersebut.

1.7.PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL
Dalam memberikan memberikan pelayanan public, pemerintahan dapat dibenarkan menarik tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung atau tidak langsung melalui perusahaan milik pemerintah. Beberapa pelayanan public yang dapat dibebankan tarif pelayanan misalnya :
1.           Penyediaan air bersih.
2.           Transportasi public.
3.           Jasa pos dan telekomunikasi.
4.           Energy  dan listrik.
5.           Perumahan rakyat.
6.           Fasilitas rekreasi (pariwisata).
7.           Pendidikan.
8.           Jalan tol.
9.           Irigasi.
10.       Jasa pemadaman kebakaran.
11.       Pelayanan kesehatan.
12.       Pengolahan sampah/limbah.

Pembebanan tarif pelayanan public kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa alasan, yaitu :
1.      Adanya Barang Privat Dan Barang Public
Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu :
a.       Barang privat
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh yang membelinya, sedangkan yang tidak mengkonsumsi tidak dapat menikmati barang/jasa tersebut.
Contoh : makanan, listrik dan telepon.
b.      Barang publik
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya dinikmati oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama.
Contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.

c.       Campuran antara barang privat dan public
Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran antara barang privat dan barang public. Karena, meskipun dikonsumsi secara individual seringkali masyarakat secara umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut. Contoh : pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi public, dan air bersih. Barang –barang tersebut sering disebut dengan merit good karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak semua orang bisa mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan barang tersebut pemerintah dapat menyediakannya secara langsung (direct public privision), memberikan subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh pendidikan, meskipun pemerintah bertanggungjawab untuk menyediakan pendidikan, namun bukan berarti barang tersebut sebagai pure public good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam penyediaan pelayanan pendidikan tersebut.


2.      KESIMPULAN
a.       Harga barang/pelayanan publik ditetapkan dari aturan yang biasa di pakai, yaitu dari total biaya penyediaan barang/jasa. Tidak mengutamakan provit & lebih kepada kesejahteraan masyarakat.
  1. Harga dari barang/jasa yang dijual dapat langsung di tentukan dari besarnya biaya dalam proses produksi/pelayanan jasa dan harga pasar. Mengutamakan provit & harga harga bervariasi pada setiap customer ( masyarakat ).
  2. Fasilitas pelayanan jasa dan barang yang didapat secara gratis dari sektor publik pada dasarnya tertutupui dari pajak yang kita bayar (PPN,PBB,Pajak Kendaraan, Pajak Jalan dll)
  3. Pembebanan tarif pelayanan langsung kepada masyarakat harus dilakukan oleh pemerintah karena adanya barang privat yang tidak semua masyarakat menggunakannya sehingga tidak bersifat diskriminatif  ( contohnya : tarif jalan tol, tarif PDAM dll )